Harga BBM Dalam Negeri Terancam Melonjak Jika Selat Hormuz Ditutup

Harga BBM Dalam Negeri Terancam Melonjak Jika Selat Hormuz Ditutup
Harga BBM Dalam Negeri Terancam Melonjak Jika Selat Hormuz Ditutup

JAKARTA - Risiko kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri semakin menguat seiring memanasnya konflik di Timur Tengah yang mengancam keamanan Selat Hormuz, jalur pelayaran strategis pengiriman minyak dunia. Penutupan selat sempit yang menjadi pintu utama distribusi minyak global ini dapat menyebabkan gangguan serius pada pasokan minyak mentah, sehingga berimbas langsung pada harga minyak dunia dan akhirnya harga BBM di pasar domestik.

Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal, menegaskan pentingnya Selat Hormuz sebagai jalur utama pengiriman minyak dan gas global. "Sekitar 20 persen pengiriman minyak dan gas dunia melewati Selat Hormuz. Jika jalur ini ditutup akibat konflik yang semakin memanas, tentu akan mengganggu distribusi minyak dunia," ujar Moshe.

Ancaman Penutupan Selat Hormuz dan Dampaknya pada Harga Minyak Dunia
Selat Hormuz yang terletak di antara Oman dan Iran merupakan salah satu jalur pelayaran terpenting bagi distribusi minyak global. Panjangnya sekitar 161 kilometer dengan lebar paling sempit hanya 34 kilometer dan jalur pelayaran yang terbatas, membuat selat ini sangat strategis namun rentan terhadap gangguan.

Baca Juga

Energi Bersih Wajib Berdampak Nyata

Moshe menjelaskan bahwa sejak awal tahun, harga minyak dunia sudah bergerak naik, menyentuh angka US$77 hingga mendekati US$80 per barel, dipicu oleh ketidakpastian geopolitik di kawasan Timur Tengah. "Harga minyak saat ini sudah naik sampai US$79 bahkan mendekati US$80 per barel," tambah Moshe.

Jika konflik di Timur Tengah terus berlanjut dan menyebabkan penutupan Selat Hormuz, harga minyak dunia berpotensi mengalami lonjakan drastis. Situasi ini tentunya akan memberikan tekanan besar bagi negara-negara pengimpor minyak, termasuk Indonesia.

Implikasi Langsung ke Harga BBM dan Industri Dalam Negeri
Indonesia yang merupakan negara net importir minyak mentah sangat rentan terhadap kenaikan harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak akan otomatis menaikkan biaya impor dan menekan harga jual BBM di dalam negeri. Hal ini tentu akan berimbas pada berbagai sektor, khususnya industri yang sangat bergantung pada energi murah dan stabil.

“Sebagai negara net importer, dampak kenaikan harga minyak dunia ini terhadap harga BBM dalam negeri sangat signifikan. Kemampuan industri untuk membayar biaya energi akan menurun, dan itu berpotensi menurunkan produktivitas serta daya saing industri kita,” jelas Moshe.

Ketidakpastian harga energi ini dapat memicu kenaikan biaya produksi sehingga menyebabkan penurunan output dan daya saing produk Indonesia di pasar global. Sektor manufaktur dan industri padat energi akan merasakan dampak langsung dari situasi ini.

Kebutuhan Penguatan Fiskal dan Kebijakan Pemerintah
Moshe juga menyoroti perlunya pemerintah untuk memperkuat kemampuan fiskal sebagai antisipasi terhadap potensi krisis energi akibat konflik geopolitik. Situasi global yang semakin kompleks, terutama dengan perang tarif dan konflik di Timur Tengah, memerlukan kesiapan fiskal untuk menstabilkan harga energi dan ekonomi nasional.

Selain kenaikan harga minyak, tekanan eksternal juga dapat melemahkan nilai tukar rupiah. "Nilai tukar rupiah yang melemah akibat situasi global ini akan mendorong inflasi naik, yang kemudian menekan kegiatan industri dan investasi. Semua ini bisa melemahkan perekonomian nasional," ujarnya.

Untuk itu, pemerintah diminta segera mengambil langkah antisipatif dengan memberikan insentif dan bantuan kepada sektor industri serta melakukan penghematan anggaran yang efektif. “Pemerintah harus mulai berhemat dan memberikan bantuan yang tepat sasaran agar dampak negatifnya dapat diminimalisir,” tegas Moshe.

Kondisi Geopolitik dan Pembahasan Penutupan Selat Hormuz
Ketegangan di Timur Tengah semakin meningkat seiring berbagai insiden militer dan konflik politik yang melibatkan Iran, Israel, dan Amerika Serikat. Parlemen Republik Islam Iran baru-baru ini membahas dan menyetujui usulan untuk menutup Selat Hormuz bagi seluruh kegiatan pelayaran sebagai bentuk tekanan geopolitik.

Penutupan ini akan mengancam pasokan minyak dunia karena tidak banyak jalur alternatif yang bisa digunakan untuk pengiriman minyak mentah jika Selat Hormuz benar-benar ditutup. Jalur ini menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab, menjadi akses vital bagi kapal tanker minyak terbesar di dunia.

Data dari U.S. Energy Information Administration (EIA) menunjukkan bahwa pada 2024, volume minyak yang mengalir melalui Selat Hormuz mencapai rata-rata 20 juta barel per hari, atau sekitar 20 persen dari konsumsi minyak bumi global. Jumlah ini sangat signifikan dan penutupan selat tersebut akan menimbulkan kekurangan pasokan minyak di pasar internasional.

Pilihan Jalur Alternatif dan Risiko Terbatas
Meski ada beberapa jalur alternatif pengiriman minyak, seperti melalui Laut Merah atau rute selatan di sekitar Afrika, jalur-jalur ini tidak seefisien dan seaman Selat Hormuz. Penambahan jarak tempuh dan risiko keamanan membuat biaya pengiriman meningkat dan waktu pengiriman menjadi lebih lama.

Kondisi ini akan menambah tekanan pada harga minyak dunia dan berdampak pada pasar dalam negeri, yang berisiko menghadapi kelangkaan bahan bakar dan kenaikan harga BBM.
Kondisi geopolitik yang semakin memanas di Timur Tengah membawa ancaman nyata bagi stabilitas pasokan minyak dunia melalui Selat Hormuz. Indonesia, sebagai negara pengimpor minyak mentah, sangat terpengaruh oleh potensi penutupan jalur vital ini.

Kenaikan harga minyak dunia yang berimbas pada harga BBM dalam negeri dan biaya produksi industri berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, diperlukan kesiapan fiskal dan kebijakan pemerintah yang responsif untuk menjaga stabilitas energi dan ekonomi.

Memperkuat ketahanan energi dan memperluas diversifikasi sumber pasokan minyak menjadi langkah penting agar Indonesia dapat mengantisipasi gejolak geopolitik yang tidak pasti di masa depan.

Sindi

Sindi

navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Kolaborasi BSI Prudential Syariah Perkuat Ekosistem Syariah

Kolaborasi BSI Prudential Syariah Perkuat Ekosistem Syariah

Update Harga Emas Perhiasan Hari Ini, Jumat 1 Agustus 2025 Naik

Update Harga Emas Perhiasan Hari Ini, Jumat 1 Agustus 2025 Naik

Pajak Emas Disesuaikan, Mendorong Iklim Positif Bisnis

Pajak Emas Disesuaikan, Mendorong Iklim Positif Bisnis

Cara Mudah Aktifkan Rekening BNI yang Diblokir

Cara Mudah Aktifkan Rekening BNI yang Diblokir

ESG Jadi Pilar Bisnis, OJK Dorong Komitmen

ESG Jadi Pilar Bisnis, OJK Dorong Komitmen